Miss Full Time Mother :D

Bukunya warna merah, judulnya “Panduan Lengkap Homeschooling plus cerita dan simulasi menarik” by Maulia D Kembara, M.pd. Pertama kali lihat langsung kuambil saja dari rak. Kaget juga, Papah membeli buku ini dan disimpan di rak. Then, aku ambil selembar kertas dari atas cpu buat orat-oret, eh maksudnya untuk mencatat ide umumnya.

Ternyata isinya berkisar tentang sistem yang dikembangkan di negara maju pada umumnya sekarang untuk menutupi “kehausan” intelektual anak. Tau kan,, tentang sistem pendidikan kita sekarang. Mpe ada yang nulis di judul bukunya: Orang miskin dilarang sekolah. Provokatif banget ya. Tapi, siapapun akan sulit menyangkal kalau kecenderungan institusi sekolah belakangan semakin selektif. Sayangnya, standar seleksi tak langsung yang diterapkan adalah biaya sekolah luar biasa tinggi sebagai dampak komersialisasi pendidikan yang makin tinggi. Secara tidak langsung, anak-anak kaum miskin dari negeri ini terpinggirkan dari persaingan. Bukan disebabkan karena tidak berpotensi sih, cuman orang tua mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk melunasi semua tagihan pihak sekolah. Uang, gedung, laboratorium, seragam, dan biaya-biaya lain yang terkadang tidak realistis sudah demikian mencekik.

Kondisi ini diperparah dengan sistem yang membelenggu kreatifitas guru. Penyeragaman kurikulum dan instruksi atasan membuat daya berkarya para guru macet. Guru kadang tidak lebih dari kepanjangan tangan struktur kekuasaan ketika kepala sekolah tunduk kepada pemerintah, pemilik modal, kepala dinas di kecamatan tunduk pada atasannya sampai pada mendiknas. Mendiknas tunduk kepada kepentingan politik, dan seterusnya. Walhasil seorang guru dalam proses pemintaran harus tunduk kepada juklak-juklak (pelaksanaan-petunjuk teknis), mengejar terget, sekedar karier. Akibatnya, guru sekedar menjadi operator materi pengajaran yang telah diatur secara rinci lewat kurikulum. Buku-buku pun telah dipaket. Jika perkembangan dari tahun ketahun tak kunjung memperlihatkan harapan, sama sekali tidak berlebihan jika muncul sederet pertanyaan kritis: apa yang salah dengan sistem pendidikan kita? Bagaimana mencerahkan sestem pendidikan yang begini membelenggu? Kapan seorang anak petani desa dapat pintar menjadi insinyur pertanian tanpa mengeluarkan biaya?

Hmm,,,, berangkat dari situlah ada sistem pendidikan baru yang menawarkan kualitas sama namun dengan harga murah :D. Sistem itu dinamakan Homeschooling. Wat para calon orang tua, simak yah:

Homeschooling menerapkan sistem belajar sendiri. Khususnya untuk anak, dari mulai dia bisa bicara atau masih keciil banget. Biasanya kan anak tuh malu untuk show talent karena dilihat teman-temannya. Di home schooling anak-anak tidak merasa tertekan untuk melakukan sesuatu hanya karena teman-teman yang lain melakukannya. Anak-anak dapat dengan nyaman untuk being her/himself bersikap dewasa. Sistem belajar sendiri, dimana anak akan membaca, membaca, dan membaca text book yang ada. Exercisenya juga ada, ada latihan yang harus dikerjakan, dan ada exam yang harus dikerjakan setiap kenaikan kelas. Kenaikan kelas?? Kok bisa??

Homeschooling itu merupakan salah satu elemen pendidikan alternatif yang kurikulumnya disejajarkan dengan sd, smp, dan sma sederajat, same as regular school, cuman tempat belajarnya di rumah. Dan tentunya saja MURAH !! 😀 Materi-materi dalam homeschooling itu sudah terakomodasi dalam sistem pendidikan formal, sehingga anak tidak perlu lagi untuk mengikuti sekolah-sekolah umum. Jadi tinggal kita punya kurikulumnya saja. Gurunya siapa? Bisa orang tua, bisa juga guru yang di panggil ke rumah. Tapi biasanya, meskipun memanggil guru dari luar, orang tua tetap memiliki peran yang utama. Biasanya sih salah satu dari pasangan akan berkomitmen untuk tinggal di rumah, mengawasi perkembangan si kecil hingga dewasa. Hmm… Beratt jga ya,, keliatannya,,, soalnya membutuhkan komitmen 100% dari kedua orang tua dalam pendidikan anak.

Nah, bagaimana dengan kehidupan sosial anak? Bukankah mereka harus belajar untuk bersosialisasi dengan anak-anak seumurannya? Benar juga si, oleh karena itu sekarang banyak grup-grup homeschooling yang bertemu setiap weekend. Biasanya mereka piknik bersama, mengunjungi museum, kebun binatang, dan lain-lain. Berdasarkan penelitian, anak-anak homeschooling lebih bisa berkomunikasi dengan orang-orang dewasa, anak seusianya, dan yang lebih kecil.

Hampir aja aku bilang ni buku omdo (omong doang) ato terdo (teori doang). Ternyata sistem ini sudah menghasilkan banyak tokoh dunia. Mau level mana dulu nih? Dalam negeri ato luar negeri?

Dalem dulu aja ya,, (cinta dalam negeri hehe) Ada Pak Kihajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa dengan metode home schooling “Tiap-tiap rumah djadi perguruan!” katanya. Ada Mbah Kyai Haji Agus Salim yang tidak bersekolah namun mahir berbahasa. Ia dan istrinya mengajarkan pelajaran, membaca, berhitung, sampai bahasa asing sampai anak-anaknya pandai. Kemudian ada Buya Hamka yang otodidak belajar sendiri mandiri untuk mendalami pengetahuan. Karena ia mahir berbahasa arab, ia mempelajari karya ulama, pujangga besar dari Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, dll sehingga menghasilkan karya-karya fenomenal seperti Tenggelamnya kapal Van Der Wicjk, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dll. Luar negeri ada

Kakak Thomas Alva Edison yang ditolak dari sekolah umum dikarenakan kemampuan menyerap pelajaran yang rendah. Alhirnya Ibunya memutuskan untuk mengajar Thomas sendiri di rumah. Thomas kecil membangun laboratorium sendiri di bawah ruangan kerja ayahnya, sehingga menjadi penemu besar. Paman Alexander Graham Bell menemukan telpon atas sambungan kawat, lalu Mas Abraham Lincoln yang putus sekolah kemudian belajar sendiri di rumah sehingga dalam waktu singkat ia bisa membaca, menulis, dan berhitung sehingga ia bisa menjadi ahli hukum pada usia 28 tahun. Pada usia 40 tahun ia menjadi Presiden Amerika Serikat yang disegani. Om Albert Einstein yang tidak pernah belajar di kelas, dan Galileo Galilei yang tidak pernah masuk sd, smp, sma, langsung mendaftarkan dirinya di Universitas Pisa kemudian menjadi penemu besar. Juga Mozart si jenius musik. Sistem seperti ini ternyata sudah banyak dilegalkan lho oleh negara-negara maju seperti AS pada 50 negara bagiannya sejak 1993 (Public Policy Sources # s1 Cate Institute, p.4), di Aussie dan Selandia Baru terdapat sekitar 26.500 peserta didik yang mengikuti sekolah rumah. Canada pada tahun 2001 mencapai 80.000 peserta, dan Inggris 90.000 peserta didik. Pendidikan ini dianggap sebagai pendidikan alternatif yang efektif karena 31% orang tua kuatir terhadap lingkungan sekolah, 16% karena ketidakpuasan terhadap sistem akademis sekolah, dan 30 % mengatakan alasan paling utama adalah memberi ajaran agama dan moral. Di Indonesia sudah ada wadah yg mensupport, yaitu ASAH Pena (Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif) di Jakarta dengan beberapa tokoh dan praktisi pendidikan di kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Hmm,,, wat kamuh2… Siap jadi miss full time mother ? hihihi

2 pemikiran pada “Miss Full Time Mother :D

Tinggalkan Balasan ke putrichairina Batalkan balasan